Kapal Tua
Kita masih saja bergulat dengan tujuannya mau kemana padahal usia tak lagi muda. Sebenarnya, tujuan pernah jelas namun apa daya si kapal tua bedah nahkoda beda pula kompasnya, beda generasi berbeda juga persepsi ideologi.
Konflik kapal tua sebenarnya, telah dimulai sejak masih berada di alam ide, benturan konsep serta gagasan mewarnai wadah wadah diskusi di pinggiran jalan, di pelabuhan bahkan di hutan, dan setelah pembuatannya yang masih tergolong sangat sederhana lantaran konflik yang tak kunjung mereda, kapal tua yang berusia muda kala itu tepatnya tahun 1945 melalui soekarno-hatta, berkumandang kepada khalayak bahwa kami telah siap berlayar mengarungi samudera demi cita-cita bangsa, kami telah siap membelah ombak menerjang badai, kami telah siap menghancurkan karang bila menghalang.
Seiring berjalannya waktu yang tak pernah merasa lelah pelayaran kapal tua kerap menghadapi gonjangan para pembajak. Rupa pembajak bervariasi ada yang berkulit putih ada yang berkulit hitam dan sawo matang. Tak pernah jelas pula tujuannya apakah ingin membawa kapal ini pada cita-cita yang lebih agung atau hanya demi kepentingan politik golongan.
Lantaran konflik, kapal tua tak kunjung melihat tepi hingga para penumpang mulai merasa bosan dan rindu melihat pasir putih serta hijaunya panorama gunung demikian pula cita-cita awal yang semakin pudar kordinatnya.
Rasa kerinduan penumpang juga semakin meruncing. Ada yang melampiaskan rindunya dengan bersyair, ada yang melampiaskan dengan berpolitik, ada yang melampiaskan rindunya kedalaman ilmu kesusastraan, ada yang melampiaskan rindunya dengan membakar lautan menikam kawan bahkan ada yang melampiaskan rindunya pada kenikmatan seks dan masih banyak bentuk ekspresi rindu para penumpang kapal tua yang sebagian terwujud karena kapal tak kunjung bersandar setelah pelayarannya memasuki tahun ke 73.
Kekhawatiran ku sebagai dan sesama penumpang kapal tua, jangan sampai kita hanya terlelap dalam ekspresi-ekspresi rindu hingga lupa pada cita-cita pelayaran kapal ini dimana titik kordinatnya mulai pudar. Biarlah nahkoda lupa, biarlah abk lupa, akan tetapi kita sebagai penumpang harus MENOLAK LUPA.
__MR. 24/okt/2017/
Konflik kapal tua sebenarnya, telah dimulai sejak masih berada di alam ide, benturan konsep serta gagasan mewarnai wadah wadah diskusi di pinggiran jalan, di pelabuhan bahkan di hutan, dan setelah pembuatannya yang masih tergolong sangat sederhana lantaran konflik yang tak kunjung mereda, kapal tua yang berusia muda kala itu tepatnya tahun 1945 melalui soekarno-hatta, berkumandang kepada khalayak bahwa kami telah siap berlayar mengarungi samudera demi cita-cita bangsa, kami telah siap membelah ombak menerjang badai, kami telah siap menghancurkan karang bila menghalang.
Seiring berjalannya waktu yang tak pernah merasa lelah pelayaran kapal tua kerap menghadapi gonjangan para pembajak. Rupa pembajak bervariasi ada yang berkulit putih ada yang berkulit hitam dan sawo matang. Tak pernah jelas pula tujuannya apakah ingin membawa kapal ini pada cita-cita yang lebih agung atau hanya demi kepentingan politik golongan.
Lantaran konflik, kapal tua tak kunjung melihat tepi hingga para penumpang mulai merasa bosan dan rindu melihat pasir putih serta hijaunya panorama gunung demikian pula cita-cita awal yang semakin pudar kordinatnya.
Rasa kerinduan penumpang juga semakin meruncing. Ada yang melampiaskan rindunya dengan bersyair, ada yang melampiaskan dengan berpolitik, ada yang melampiaskan rindunya kedalaman ilmu kesusastraan, ada yang melampiaskan rindunya dengan membakar lautan menikam kawan bahkan ada yang melampiaskan rindunya pada kenikmatan seks dan masih banyak bentuk ekspresi rindu para penumpang kapal tua yang sebagian terwujud karena kapal tak kunjung bersandar setelah pelayarannya memasuki tahun ke 73.
Kekhawatiran ku sebagai dan sesama penumpang kapal tua, jangan sampai kita hanya terlelap dalam ekspresi-ekspresi rindu hingga lupa pada cita-cita pelayaran kapal ini dimana titik kordinatnya mulai pudar. Biarlah nahkoda lupa, biarlah abk lupa, akan tetapi kita sebagai penumpang harus MENOLAK LUPA.
__MR. 24/okt/2017/
Komentar
Posting Komentar